Berbagi, Mengabdi, Bersama Membangun Negeri

Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 04 April 2017

PUISI : Kata Hati

Oleh : Ratih Widyastuti


Senja sore di sudut kota romantis Indonesia
Langit cerah dengan seribu keindahan yang tampak
sayu sayu suara angin menggesek rumput ilalang
perlahan sang mega menampakkan diri

kau tahu?
sejak saat itu aku mulai mengagumimu secara pelan
dengan diam tanpa adanya kebohongan
ingin kuungkap segalanya, namun itu khayalan tiba
saat melihat gerak gerik di setiap bertemu
membuat aku selalu diam tanpa kata

aku percaya kata hati
kata hati tak pernah bohong
dalam diam seribu kata
aku mengucap dalam hati
kusebut namamu dalam doa sujudku
selalu ada keinginan untuk mendekat, menyentuh, meraih hatimu
namun apadaya yang bisa kulakukan
ketakutan ini menyelimuti rasa yang ada

menyimpan rasa pada seorang yang sudah dekat
sama seperti menyimpan batu dalam es
yang susah mencair bahkan tak bisa
cukup senja sore menemaniku menanti mega
menantimu untuk memiliki rasa yang sama
dan entah itu tak tahu kapan, hanya berharap
dengarlah setiap doa ku untuk menyapamu,
salam bahagia dari kamar mawar merah
Share:

Senin, 03 April 2017

PUISI : Kehilangan Yang Tersayang

Oleh : Siti Indrayani



Tangis sembilu seminggu lalu

Membuat aku mengerti, bahwa

Aku telah kehilangan

Kehilangan sosok

Yang tak mungkin kutemukan pada jiwa lain

Aku tak tahu apakah hariku di sini,

Kau alami juga di sana

Apakah detik dan jam yang kulalui di sini

Kau lalui juga di sana



Wahai mamak ( nenek)

Belum sempat aku memelukmu

Dibalik ketidakaberdayaanmu

Belum sempat pula aku melihat

Senyum merekah terakhir

Di bibirmu

Kau sudah kembali kepada-Nya

Ke pangkuan-Nya

Dia, dia Dzat yang Maha Segalanya



Wahai mamak (nenek)

Sungguh saat ini ku merindumu

Merindu ocehan garangmu

Merindu semua kenangan ,Yang selalu kau torehkan

Di kehidupanku



Wahai mamak

Tak akan lagi kutemukan sosokmu di waktu subuh

Takan lagi kudengar tawamu

Ketika konyolku kuperankan

Takan lagi kulihat dan kudengar sedihmu

Ketika ku beranjak pergi ke tanah perantauan



Wahai mamak

Hati ini bak tersayat

Ketika harus menerima kenyataan itu

Langit yang kala itu terang benderang

Seolah berubah kelabu

Kelabu yang kemudian hitam

Bak arang diperapian

Gelap, dan entah harus kemana mamak



Mamak

Bukan kabar itu yang ingin aku dengar di perantuan

Bukan kabar itu yang kuharapkan

Sungguh jika tak ada tulang diraga ini

Lunglaila sudah raga ini mak



Mamak

Sungguh kusayang mamak

Ku sayang mamak selamanya



Mamak

Sedih hati ini ketika kupaksakan ikhlas

Sedih hati ini ketika harus percaya takdir

Takdir yang sudah menuntun mamak

Menuntun mamak bertemu Dia

Dia Yang Maha Kuasa



Mamak

Hanya doa yang bisa panjatkan disetiap sujudku

Semoga kau tenang bersama-Nya mamak

Salam sayang dari duniaku yang berbeda denganmu

Mamakku
Share:

Selasa, 28 Maret 2017

PUISI : Dedikasi Ibu

Oleh : Ibnu Hakim

Oh Ibu….
Tetesan air matamu mengalir bersama pedihmu
Setiap senyummu terpendam tangis batinmu
Dambamu melihat ku ceria dengan senyum bagai samudra
Tak ingin engkau melihat aku meneteskan air mata

Oh Ibu….
Suatu hari nanti akan ku balas kasih dan sayangmu
Walau tak mungkin untuk membalas dedikasimu
Akan ku coba bahagiakanmu
Engkau adalah pahlawan bagiku

Oh Ibu….
Ku tatap parasmu kala engkau tertidur
Terukir cahaya yang penuh dengan keikhlasan
Terukir cahaya yang penuh dengan kesabaran
Terukir cahaya yang penuh dengan kasih sayang

Oh IBU….
Hanya doa yang dapat kupersembahkan untukmu
Semoga engkau sehat selalu
Semoga tuhan memberikan kedamaian dalam hidupmu
Hanya seduku sebagai saksi atas rasa cintaku padamu
Yogyakarta, Maret 2017
.
.
.
Share:

Kamis, 02 Maret 2017

PUISI : Khas Pengelana

Oleh : Wilda Fathony

Boleh jadi kau anggap sama,

Pahit manis kopi,
Seduhan yang biasa saja,
Dalam gelas tanah liat kesukaan
.
Tapi jejak bibir yang ada,
Punyaku dan dirimu,
Kan jauh berbeda!
.
Ingat itu baik-baik,
Tiap kau melangkah pergi.
.
Labuan cermin, Februari 2017
.
.
.
Share:

Minggu, 26 Februari 2017

PUISI : Lelaki Bermata Binar

Oleh : Mariyani Arthami



binar itu ada di mata mu..
binar itu terlukis dengan senyum mu..
binar itu mengatakan ada kejujuran dalam setiap bait mu..
tanpa tanya aku pun terhanyut dan menerima pengakuanmu..

sungguh senja itu tak terlupakan oleh ku..
kau mengalahkan kisah akan harta dan kuasa..
kau mengalahkan nikmatnya dunia karena aku merasa bak Dewi Shinta…
dan sekali lagi Matamu itu berbinar lagi, lagi dan lagi…
hingga aku lelap dalam kisahmu ini …
hingga aku bingung apakah hatiku selaras dengan akal ku..

tapi sudahlah…
aku diperdaya binar mu itu…

senja itu kembali lagi tapi kali ini detak jam tlah terhenti..
kita di kisah kan tapi senja itu membuat binarmu penuh kebohongan.
maka binarmu di senja itu membuat aku membencimu…
kenapa binar mu mampu mengelabuiku hingga aku pikir kejujuran, kau sembah kan untukku….

senja kali ini menenggelamkan aku dan mengakhiri jiwaku..
maka aku bertanya apakah ini pantas untukku

binarmu itu membuat aku ingin menghujam mimpi dan kisahku..
dan aku,
lagi, lagi lagi terpesona akan binarmu ….

binarmu…
senja itu…
kisahku..
dan kejujuran mu membuatku dengan lantang..
lalu berkata
pergilah, pergilah,  sebelum aku merubah kisah mu…
karena binar mu mematikan kisah cinta ku…

untukmu Lelaki bermata binar..
dengan segala sakit yang terhujam di hatiku.

Senja, Yogyakarta
20 Februari 2016
.
.
.
Share:

Minggu, 12 Februari 2017

PUISI: Pagiku

Oleh: Intan Adhara


Ketika mentari mulai menampakan wajahnya

Awan gelap yang perlahan menjadi biru

Butiran embun pagi yang menetes

Jatuh membasahi tanah



Ku ingin miliki hangat sinarmu

Untuk selalu menghangatkan jiwaku

Ku ingin miliki hawa sejukmu

Tuk sejukkan sudut hatiku



Namun…

Ku tak mampu merebut hangatnya sinarmu

Ku hanya bisa menikmatimu setiap pagi

Jika siang mulai datang sinarmu menyengat tubuh ini



Ku hanya mampu menemukanmu saat ku buka jendela pagi hari

Ku melihatmu menggantung pada ujung daun

Akan berapa lama kau bertahan

Yang akhirnya terhisap oleh teriknya sang mentari.
Share: